Jakarta – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) 56 tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu atau Musik dibuat sebagai penegasan terhadap Undang-Undang tentang Hak Cipta.
“Namun dalam PP ini lebih spesifik, sehingga nanti ada pengaturan, misalnya, terkait besaran,” kata Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham RI Dr Freddy Harris di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan pada UU tentang Hak Cipta hal itu sebenarnya sudah diatur terutama di pasal 87, 89 dan pasal 90. Namun, lahirnya PP yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2021 tersebut lebih bersifat spesifik.
Menurut dia pengaturan secara spesifik dalam PP 56 tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu atau Musik membuatnya semakin menarik padahal, sebenarnya hal itu sudah ada dalam UU Hak Cipta.
Secara umum jika pemerintah tidak mengatur keberadaan Chief Marketing Officer (CMO) atau orang yang bertanggung jawab atas seluruh proses pemasaran dalam sebuah perusahaan maka akan menjadi masalah bagi tempat-tempat, misalnya, kafe, restoran dan lain sebagainya.
Sebab, akan banyak CMO yang datang berkunjung ke kafe atau restoran sehingga membuat pusing pemilik tempat tersebut.
“Jadi pemerintah akhirnya mengatur dengan baik serta dibuat pula tata kelola yang baik,” tutur-nya.
Pada dasarnya Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham menilai hal ini bukan suatu hal yang terlalu penting atau mendesak berdasarkan program kerja.
“Tahun ini tahun paten. Sebenarnya saya tidak mau meributkan masalah hak cipta karena baru tahun depan,” ujar dia.
Dalam PP 56 tahun 2021 pasal 3 tertulis setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional. (*/cr9)
Sumber : kaltara.antaranews.com