Jakarta – Anis Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, akan mengakhiri masa jabatannya pada Oktober 2022. Namun, karena Pilkada Serentak tidak akan digelar hingga akhir 2024, Jakarta akan diawasi oleh Pelaksana Tugas Luar Biasa (Pjs) selama hampir dua tahun
Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, ada aturan mengenai hal itu di pasal 210 ayat 9. Aturan itu, antara lain cara untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota yang berakhir masa jabatannya 2022 dan 2023, dilansir beritasatu.com.
“Diangkat penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat walikota sampai dengan terpilihnya gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota melalui pemilihan serentak nasional pada tahun 2024,” demikian petikan bunyi pasal tersebut.
Di ayat 10 pasal yang sama, disebutkan juga “Untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Sementara di ayat (11), untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati/Walikota, diangkat penjabat Bupati/Walikota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama.
Di penjelasan pasal 201 ayat 9, diatur mengenai masa jabatan para pejabat ini. “Penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota masa jabatannya 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) tahun berikut dengan orang yang sama/berbeda.”
Nah, soal Pejabat Madya dan Pejabat Pratama diatur dalam ketentuan terpisah. Salah satunya dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 yang kemudian diubah lagi pada 2020, tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Mengenai Persyaratan Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT), Pasal 105 mengatur bahwa ada JPT utama, JPT madya, dan JPT pratama, yang diisi dari kalangan PNS. Ayat 2 pasal itu mengatur setiap PNS yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama untuk mengisi JPT yang lowong.
Namun di pasal 106, disebutkan bahwa (1) JPT utama dan JPT madya tertentu dapat diisi dari kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam keputusan presiden. Hal ini menjelaskan alasan Kemendagri membuka opsi penjabat kepala daerah bisa dari kalangfan TNI-Polri.
Ayah (2) PP itu menjelaskan JPT utama dan JPT madya tertentu di bidang rahasia negara, pertahanan, keamanan, pengelolaan aparatur negara, kesekretariatan negara, pengelolaan sumber daya alam tidak dapat diisi dari kalangan non-PNS.
Ayat (3) mengatur ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikecualikan sepanjang mendapatkan persetujuan dari Presiden setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri, Kepala BKN, dan Menteri Keuangan.
Ayat (4) menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai JPT utama dan JPT madya tertentu yang dapat diisi dari kalangan non-PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Syarat Pejabat Madya
Lalu apa saja syarat untuk menjadi pejabat madya yang kualifikasinya bisa menggantikan Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta?
Pasal 107 PP tersebut mengaturnya di ayat 1b, yakni memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah sarjana atau diploma IV; memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar kompetensi jabatan yang ditetapkan. Lalu memiliki pengalaman jabatan dalam bidang tugas yang terkait dengan jabatan yang akan diduduki secara kumulatif paling singkat selama tujuh tahun; sedang atau pernah menduduki JPT pratama atau JF jenjang ahli utama paling singkat dua tahun; memiliki rekam jejak jabatan, integritas, dan moralitas yang baik; usia paling tinggi 58 tahun; dan sehat jasmani dan rohani.
Sementara untuk yang calon non-PNS, syaratnya diatur di pasal 108, yakni harus warga negara Indonesia; memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah pascasarjana; memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar kompetensi jabatan yang dibutuhkan; memiliki pengalaman jabatan dalam bidang tugas yang terkait dengan jabatan yang akan diduduki secara kumulatif paling singkat 10 tahun; tidak menjadi anggota/pengurus partai politik paling singkat lima tahun sebelum pendaftaran.
Lalu tidak pernah dipidana dengan pidana penjara; memiliki rekam jejak Jabatan, integritas, dan moralitas yang baik; usia paling tinggi 58 tahun; sehat jasmani dan rohani.
“Dan tidak pernah diberhentikan tidak dengan hormat dari PNS, PPPK, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pegawai swasta,” demikian bunyi poin ayat terakhir.
Namun, semua syarat itu, baik untuk calon pejabat madya dari kalangan PNS dan non-PNS, bisa saja batal asal disetujui oleh presiden.
“Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Presiden,” demikian bunyi pasalnya.
Kewenangan
Mengenai kewenangan pejabat kepala daerah yang ditunjuk oleh pemerintah, diatur dalam Pasal 132A Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Yakni dilarang melakukan mutasi pegawai; dilarang membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya; dilarang membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
Namun kembali tetap ada pengecualian yang diatur di butir 2 ayat tersebut.
“(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri,” demikian bunyinya.
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri menjadi pihak yang akan paling banyak berperan terkait banyaknya posisi kepala daerah yang kosong hingga Pilkada Serentak 2024. Termasuk untuk Jakarta. Namun para pejabat di kementerian itu sangat irit dan tampak ogah banyak bicara soal isu tersebut, khususnya menyangkut Jakarta. Kapuspen Kemendagri Benny Irwan tak merespons ketika dihubungi. Begitu pun Dirjen Otda Kemendagri Akmal Malik.(*/cr2)