oleh

Ketua PHRI Kota Bogor Kecewa Atas Kebijakan Perpanjangan PPKM

Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bogor mengaku kecewa dengan perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Hal itu menambah beban operasional hotel-hotel dan restoran di Kota Bogor.

Ketua PHRI Kota Bogor, Yuno Abeta Lahay mengatakan, Kota Bogor mempunyai 71 hotel dan belasan restoran yang bergantung pada kunjungan wisatawan pada akhir pekan atau tamu MICE setiap harinya. Ia mengaku kecewa dengan perpanjangan PPKM Level 4 hingga 5 hari ke depan.

Selama masa berlaku PPKM level 4, Yuno menyebut hanya ada 8% hingga 9% kunjungan tamu atau okupansi hotel. Lalu restoran juga terpuruk, terjadi penurunan omzet 70% hingga 75% dengan larangan makan ditempat dan hanya diperbolehkan take away.

“Jadi kita berharap adanya koreksi keputusan ini sesegera mungkin,” paparnya, Kamis (22/7/2021).

Baca Juga  Muzani: Makan Bergizi Gratis Ikhtiar Prabowo Tingkatkan SDM Indonesia

Akibat keadaan itu, hotel dan restoran melakukan efisiensi di berbagai pembiayaan. Mereka juga harus merumahkan kembali karyawan tanpa dibayar.

“Jadi kita gilir absennya lalu kita konversi gajinya jadi harian. Kita bayar pada saat mereka masuk. Ini yang membuat kami juga berharap segera bisa dibuka kembali pembatasan pembatasan kegiatan usaha kami ini supaya juga menolong karyawan di sektor kami,” jelas Yuno.

Baca Juga  Muzani Jelaskan Pembeda Apabila Prabowo Presiden Dibandingkan Capres Lainnya

Di sisi lain, PHRI Kota Bogor juga meminta penundaan pembayaran pajak per tiga bulan ke depan. Yuno menyebut, pembayaran pajak pada saat pandemi akan menjadi beban besar, tetapi sangat menolong bila diberikan kelonggaran tanpa denda.

“Jadi kita tidak minta penghapusan pajak tapi kita minta penundaan pembayarannya tanpa denda itu yang kita minta,” katanya.

Baca Juga  PRIMA: Partainya Rakyat Biasa dengan Tulang Punggung Generasi Muda

Juga kebijakan-kebijakan yang bersifat biaya di tingkat pusat yaitu tentang listrik PLN, dan juga BPJS baik kesehatan maupun tenaga kerja karyawan.

“Belum beban-beban lainnya seperti kebijakan relaksasi pinjaman dari perbankan dan sebagainya, dan itu harus diputuskan di tingkat pusat tapi sampai saat ini belum ada jawaban,” tandas Yuno. (*/cr2)

Sumber: beritasatu.com

News Feed